nusakini.com--Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) RI terus mendorong BPJS Ketenagakerjaan untuk mengembangkan dan memperluas cakupan kepesertaannya. Sebab, saat ini Indonesia tengah memasuki masa transisi ekonomi informal ke ekonomi formal. 

Hal ini diungkapkan Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) M. Hanif Dhakiri dalam sambutannya pada acara penandatangan Nota Kesepahaman dan Perjanjian Kerjasama (PKS) Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan bagi PPNPN dan Tenaga Pendukung Program di Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (Ditjen PPMD)-Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) di kantor Kemendes PDTT, Jakarta, Senin (23/1). 

"Di dalam proses transformasi ini, BPJS terus kita dorong untuk mengembangkan dan memperluas cakupan kepesertaan baik itu terhadap pekerja penerima upah maupun pekerja bukan penerima upah," ujar Menaker. 

Menurut Menaker, semakin tinggi kadar ekonomi formal sebuah bangsa maka kemungkinan partisipasinya di dalam skema perlindungan sosial juga akan semakin tinggi. Saat ini Indonesia sedang menghadapi tantangan besar untuk mendorong konsep universal coverage yang dipakai di Indonesia agar seluruh warga negara Indonesia bisa terlindungi melalui skema jaminan sosial atau perlindungan sosial. 

"Untuk aparatur desa yang non PNS sekitar 170.000 sedangkan jumlah pendamping desa secara nasional sekitar 30.000. Ada 200.000 potensi yang bisa dioptimalkan melalui kerjasama yang kita tandatangani hari ini. Tentunya Multiplyier effect juga akan sangat besar," ungkap Menaker. 

Menaker menambahkan, pihaknya siap mendukung kerjasama Kementerian Desa dan BPJS Ketenagakerjaan tersebut untuk terus berinisiatif dan mengembangkan kreatifitas guna mendorong optimalisasi kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan. Sebab, dengan semakin banyaknya pekerja yang masuk ke BPJS, maka resiko sosial yang dihadapi akan menjadi lebih rendah. 

Disamping itu Menaker juga tidak menampik bahwa saat ini Indonesia masih menghadapi 3 problem klasik yakni kemiskinan, ketimpangan sosial, dan pengangguran. Meski secara statistik angkanya mengalami penurunan, namun ketiga hal tersebut tetap menjadi persoalan sekaligus tantangan bagi bangsa Indonesia.  

"Kemiskinan turun dari sekitar 11.1 persen menjadi 10.8 persen. Ketimpangan sosial turun dari 0.41 persen menjadi 0.39 persen. Pengangguran juga turun dari 6.18 persen menjadi 5.6 persen." pungkas Menaker. 

Prosentase angka pengangguran tersebut merupakan yang terendah sejak bangsa Indonesia memasuki era reformasi. (p/ab)